Blind Judo sebagai salah satu beladiri bagi Penderita Tuna Netra
Kemeriahan pagelaran Asian Para Games 2018 memang belum banyak didengungkan. Padahal, pesta olah raga khusus penyandang disabilitas ini tak kalah seru dengan perhelatan Asian Games 2018. Sama halnya dengan Asian Games 2018, pagelaran Asian Para Games 2018 juga menggelar pertandingan dari beragam cabang olah raga. Bedanya, di setiap pertandingan, para atlet dengan 'keistimewaan' mereka masing-masing yang akan membawa nama negaranya. Asian Para Games 2018 akan diikuti oleh 43 negara peserta dengan lebih dari 2.500 atlet yang berpartisipasi. Mereka akan berkompetisi di 18 cabang olahraga untuk memperebutkan 512 medali. termasuk diantaranya, Blind Judo atau Para Judo yang regulasi internasionalnya dikelola oleh International Blind Sport Federation (IBSA), dan bukan oleh International Judo Federation (IJF), meski pada prakteknya, ketentuan di Blind Judo (PARA JUDO) tetap banyak mengacu ke regulasi IJF.
Sandro Academy sebagai salah satu Perkumpulan yang aktif mensosialisasikan materi beladiri bagi Anak Kebutuhan Khusus (ABK) dan Blind Judo (Judo bagi penyandang Tuna Netra), memandang perlu memberikan gambaran awal mengenal eksistensi Blind Judo di Indonesia khususnya setelah jagat maya baik sosial media ataupun berita di televisi dan Radio ramai mengenai aturan penggunaan Hijab di Asian Para Games 2018, dimana untuk kejadian ini sudah dikonfirmasi oleh pihak terkait, ternyata regulasi memang sudah diatur dalam Technical Hand Book dan Regulasi IJF (International Judo Federation) dan IBSA (International Blind Sport Federation), hanya saja memang harus diakui bahwa regulasi tersebut "mungkin" kurang tersosialisasi dengan baik di internal NPC (National Paralympic) Indonesia. Oleh karena itu, ada baiknya kita sebagai masyarakat awam bisa mengenal lebih dekat dengan beladiri bagi penyandang Tuna Netra yang satu ini (khususnya para pejudo), agar mampu mempelajari eksistensi dan memberikan gambaran umum secara proposional mengenai atlet Blind Judo di Indonesia.
Sebagai informasi awal, bahwa perkembangan Blind Judo di Indonesia untuk kali pertamanya diperkenalkan oleh Muhammad Panggeng Viharmiles, seorang tuna netra yang mempelajari olahraga Judo di Klub Judo Kayu Lapis Surakarta sejak tahun 1995. Saat awal perkembangannya, Panggeng belajar di klub dengan materi untuk pejudo regular. Artinya, ia mempelajari judo memang dari teknik dasar. Di tahun yang sama, Panggeng berkesempatan untuk mensosialisasikan Judo bagi penyandang Tuna Netra atau saat ini lebih populer dengan nama Blind Judo dalam PRA PON 1995. Baru di tahun berikutnya, ia berhasil mengalahkan Pejudo asal DKI Jakarta (pejudo normal) dalam exshibisi PON tahun 1996. Berkat prestasi spektakuler tersebut, Panggeng kemudian berkesempatan menjadi wakil Indonesia di ajang Spanyol President Cup di tahun 1997. Sayang, krisis ekonomi yang perlahan menghantam Indonesia memupuskan hasratnya untuk bisa berlaga di kompetisi tersebut.
Pada tahun 1999 ia kembali dipercaya oleh Indonesia untuk bisa menjadi perwakilan di Asian Para Games, Bangkok Thailand. Meski, belum berkesempatan menjadi juara, tapi ia mengatakan cukup puas atas peringkat prestasi yang ia capai. Pasca kompetisi di Bangkok, Thailand. Ia kemudian mendirikan Yayasan yang bergerak di bidang Sosial dan Kemanusian khususnya bagi Penyandang Tuna Netra. Dimana, ia berusaha untuk menyalurkan tenaga-tenaga dari kalangan tuna Netra untuk bisa bekerja di beberapa instansi, termasuk instansi keolahragaan.
|
Pada tahun 2016, setelah ia lama vakum berlatih Judo. Ia kembali diminta oleh Provinsi Banten untuk ikut meramaikan PEPARNAS 2016 di Bandung, Jawa Barat. Mengingat usia dan kemampuan yang sudah menurun, ia kemudian meminta Subhan Prasandra untuk bisa ikut membantu persiapan dirinya menuju PEPARNAS 2016 yang berlangsung di Bandung, Jawa Barat (baca selengkapnya; Subhan Prasandra menjadi pelatih Judo NPC Provinsi Banten di XV Peparnas 2016 - Jawa Barat). Sayang, regulasi yang diterapkan di PEPARNAS, sedikit menyulitkan dirinya dalam meraih kemenangan. Mengingat saat kompetisi berlangsung, ia harus berhadapan dengan pejudo Low Vision (melihat samar) dan bukan total blind judo (judo buta). Hasil juara dari PEPARNAS 2016 inilah yang pada akhirnya diusulkan kepada NPC Indonesia untuk bisa berlaga di Asian PARA GAMES 2018, Jakarta.
Dapat disimpulkan, bahwa untuk kegiatan Blind Judo di Indonesia memang masih sangat minim sekali. Mengingat Blind Judo baru pertama kali secara resmi dipertandingkan di PEPARNAS 2016 untuk skala multievent, di Tanah Air dan itupun kemungkinan besar untuk mengakomodir cabang Blind Judo di Asian Para Games 2018. Sehingga, tidak tertutup kemungkinan, team Blind Judo Indonesia yang terdiri atas, official, pelatih dan atlet memang minim pengalaman, dan pengetahuan mengenai rules dan regulation terbaru secara umum dari International Judo Federation (IJF) dan secara khususnya dari IBSA (International Blind Sport Federation), sehingga tidak tertutup kemungkinan, bahwa regulasi terbaru untuk Asian Para Games 2018 kurang tersosialisasi dengan baik di kalangan official, atlet dan pihak terkait lainnya meski sebelumnya mereka memang berlatih teknik secara intensif di Antalya, Turki.
Saat ini, baik Muhammad Panggeng Viharmiles maupun Subhan Prasandra masih terus bekerjasama melalui perkumpulan Sandro Academy dan NPC Provinsi Banten untuk mengelola materi Blind Judo secara dinamis di Kota Tangerang. Memang diakui sangat sulit untuk mengembangkan beladiri bagi seorang penyandang Tuna Netra. Selain butuh biaya yang cukup besar (karena adanya kebutuhan pendampingan orang yang mampu melihat dan membaca arah bagi penyandang Tuna Netra), mereka pun baru sebatas tahu mengenai informasi-informasi mengenai kegiatan olahraga bagi para penyadang Tuna Netra melalui komunitas-komunitas Tuna Netra yang dibina oleh pemerintah. |