berlatih beladiri, kenapa tidak?
Hobi olahraga Mixed Martial Arts (MMA) telah menyebar ke berbagai daerah di Indonesia. Tak hanya di Jakarta, olahraga yang memadukan beberapa teknik bela diri itu juga digandrungi oleh masyarakat. Dan, tahu nggak sih setiap tahun angka kejahatan terhadap perempuan semakin meningkat. Meski sebenarnya kejahatan tidak memandang gender sih, tapi alangkah baiknya jika kita bisa membela diri supaya orang-orang yang berminat jahat sama kita nggak berani. Penting tidak sih belajar Martial Arts ?
Menurut Subhan Prasandra sebagai salah satu instruktur Judo dari Sandro Academy ! Menguasai dasar beladiri seperti berlari, memukul, menendang atau bahkan membanting itu penting banget! Untuk memulai belajar, di Indonesia sudah banyak tempat latihan untuk belajar membela diri, salah satunya ya SANDRO ACADEMY yang memiliki afiliasi dan kerjasama dengan Gym-Gym terkemuka di Kota Tangsel dan Jakarta.
Ada empat seni bela diri yang difokuskan oleh Sandro Academy dan seluruh mitra afiliasinya. Salah satunya memberi pendidikan penuh soal standing fighting seperti teknik boxing, Karate dan juga Muay thai (yang bisa di dapat di BSA MARTIAL ARTS & Dojo Karawaci). Ada juga ground fighting seperti Judo dan Brazillian Jiu-Jitsu (Materinya bisa di dapat di Sandro Academy HQ, FIT BY BEAT Kuningan dan BSA Martial Arts). Jika kamu sudah menguasai setidaknya gerakan dasar bela diri, kamu nggak perlu paranoid lagi untuk berpergian. Sebagian orang awalnya tertarik belajar bela diri setelah menonton film laga yang menyuguhkan atraksi memukau. Ada yang iseng ikut-ikutan karena diajak teman. Kaum hawa khususnya banyak juga yang menekuni bela diri setelah dibombardir berita penculikan dan perkosaan di angkutan umum. Di sisi lain ada juga jatuh cinta setelah latihan beberapa tahun dan menjadikan bela diri sebagai jalan hidup.
Bagi mereka, disiplin diri, kebiasaan menjaga sopan santun, sikap pantang menyerah, penguasaan diri dalam menghadapi lawan yang lebih kuat (baca: tantangan hidup), memberi manfaat yang tidak ternilai dibanding kemampuan menetralisir ancaman dan kesehatan prima. Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum memulai pelajaran bela diri. Bila tujuannya hanya untuk memperoleh sabuk hitam dalam waktu secepat mungkin tentu pertimbangannya jauh lebih gampang, cari saja klub komersil yang bersedia memberikan kelas intensif terprogram (privat class) ! Tapi kalau niat Anda memang ingin belajar serius untuk jangka panjang, saya harap tulisan sederhana ini dapat menjadi masukan sebelum terjun menekuni bela diri.
Kesehatan Kalau badan Anda kurang flexibel dan jauh dari kekar, tidak usah khawatir. Kaki flexibel bisa split depan belakang dan menyamping, perut rata seperti Bruce Lee adalah hasil dari belajar bela diri bukan syarat untuk memulai. Tubuh krempeng dan gemuk juga seharusnya tidak menjadi penghalang (bila ragu sebaiknya berkonsultasi dengan dokter).
Instruktur yang berpengalaman juga dapat memberi masukan apakah kesehatan Anda mumpuni untuk memulai latihan. Contoh, kalau punggung Anda pernah dioperasi karena jatuh patah dan hingga hari ini terkadang masih kambuh, kemungkinan besar instruktur Judo tidak akan mengizinkan Anda ikut latihan. Wong latihan dasarnya saja dibanting belajar jatuh! Tapi tidak usah patah semangat kalau Anda ada sejarah kesehatan buruk. Itu bukan harga mati. Beberapa instruktur mengakomodir kesehatan mereka dengan bersikap lebih ‘lunak’ dan melonggarkan standar kurikulum latihan dan ujian kenaikan sabuk. Jangan sampai baru beberapa kelas ternyata baru ketahuan tempurung lutut mudah bergeser (karena pernah operasi akibat kecelakaan main bola), sesak nafas selama latihan (ternyata ada ashma) atau malah pingsan (punya tekanan darah rendah) ! Yang penting Anda harus jujur terbuka membeberkan sejarah kesehatan Anda kepada instruktur dan dokter (kalau diperlukan) sebelum memulai. Komposisi Profil Murid Klub yang sudah besar biasa membagi kelasnya berdasarkan usia (anak-anak, remaja dan dewasa). Sayangnya ini hampir mustahil dilakukan di klub kecil karena terbatasnya sumber daya. Usia komposisi profil murid yang terlalu jauh berbeda dengan Anda juga bikin malas latihan, khususnya buat orang dewasa yang latihan di klub yang penuh anak-anak. Kalau dipaksa dengan alasan daripada tidak latihan sama sekali yang rugi diri sendiri.
Jangan bayangkan jagoan bela diri seperti pertapa yang latihan sendiri di tengah hutan atau gunung. Itu hanya mitos. Anda butuh sparring partner yang layak untuk mengukur kemajuan. Beda cerita kalau tujuan ikut lebih untuk menemani anak. Lalu bagaimana dengan sebaliknya, anak kecil latihan di klub yang lebih banyak orang dewasa? Dari pengamatan pribadi ada dua kemungkinan: 1. Anak menjadi cepat bosan karena tidak bisa main ‘berantem-beranteman’ dengan teman sebaya. 2. Anak menjadi lebih cepat matang karena ‘terpaksa’ mengadopsi sikap orang dewasa. Namanya anak kecil jelas maunya main bebas tanpa agenda. Kemungkinan kedua lebih besar kalau si anak besar di keluarga yang juga suka belajar bela diri. |
Aliran Bela Diri “Aliran bela diri apa yang hebat?” adalah salah satu pertanyaan paling umum dari mereka yang berniat belajar bela diri. Jawabannya: tidak ada, semua kembali ke praktisi bela diri masing-masing. Peralatan masak canggih, bahan masakan organik sesegar apapun tidak akan menjadikan seseorang Master Chef. Instruktur, reputasi klub, teknik sehebat apapun tidak akan berarti kalau belajarnya tidak serius.
Situs Youtube penuh dengan video yang membanding-bandingkan dan mempercundangi satu aliran dengan lainnya. Kalau ada video ‘Karate Vs Taekwondo’ maka Anda boleh bertaruh di video itu pasti Karateka yang keluar sebagai juara, begitu pula sebaliknya. Pertandingan kurang seru? Baca komentar-komentar di video yang bersangkutan. Dijamin lebih seru dari debat agama.
Meskipun praktisi memegang peranan sentral, harus diakui setiap aliran memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Keungulan/kelemahan aliran yang bersangkutan baru kelihatan dalam kondisi yang tepat. Contohnya, di lingkungan penuh litigasi seperti Jakarta, melakukan serangan pencegahan (pre-emptive strike) seperti meninju ke tenggorokan ketika ‘merasa terancam’ mungkin menyelamatkan saya sementara. Tapi bila dalam rekaman CCTV hakim menilai pose tubuh penyerang tidak terlihat agresif pada saat itu, bisa-bisa saya yang masuk penjara! Dalam lingkungan seperti ini, seni bela diri lembut (soft/grappling martial arts) seperti Brazillian Jiu Jitsu atau Judo mungkin lebih unggul karena sebagian besar teknik mereka memerlukan energi lawan (baca: harus mendapat serangan terlebih dahulu) untuk kemudian dibalikkan kembali kepada penyerang. Hasil akhirnya, penyerang menjadi terkunci atau terbanting tanpa cedera serius (mudah-mudahan).
Sekarang banyangkan situasi lain yang melibatkan 2-3 lebih penyerang sekaligus, seperti ketika terjebak dalam tawuran atau kerusuhan. Dalam situasi ini boleh jadi seni bela diri seperti Muaythai, atau Thai Boxing (hard/standing martial arts) lebih pas. Pada akhirnya aliran manapun tidak masalah terserah panggilan hati masing-masing. Ada yang memilih Muaythai karena menilai teknik-teknik tendangannya terlihat indah dan menantang di kuasai. Ada juga yang menjatuhkan hati ke Judo setelah nonton ‘The Raid’ yang dibintangi Joe Taslim. Salah satu teman saya belajar Kungfu karena terinpirasi film ‘Ip Man’ yang dibintangi Donnie Yen. Kalau masih sulit memutuskan, tidak ada salahnya nongkrong atau mencoba beberapa kelas di klub-klub bela diri di sekitar Anda. Lokasi Dari pengalaman pribadi, hampir mustahil mempertahankan komitmen belajar bela diri dalam jangka panjang kalau mau pergi belajar saja harus ganti angkot 2 kali, habis 1 jam sekali jalan. Apalagi kalau sudah sudah berkeluarga dan kerja full time.
Menurut saya profil lokasi ideal adalah klub bela diri yang terletak di kampus/sekolah dan Anda masih berstatus murid/mahasiswa yang bersangkutan dan memang cocok disitu. Sudah hemat waktu, dapat banyak teman sepantaran dan biasa lebih murah pula. Kalau aliran bela diri/klub favorit Anda jauh dari tempat kerja atau sekolah, saran saya: berkompromilah sedikit. Dalam berkompromi, tanya diri Anda: “Apa yang membuat saya tertarik belajar bela diri X dan juga dapat saya temukan di bela diri Y?” Kualifikasi Instruktur Terakhir dan tidak kalah pentingnya, jangan takut menanyakan kualifikasi intruktur! Jangan percaya begitu saja kalau instruktur ngaku dapat kualifikasi langsung dari grandmaster di Korea, Jepang, Tiongkok dll. Saya pernah baca artikel tertangkapnya instruktur Karate gadungan yang mengaku murid langsung dari Mas Oyama (pendiri Kyokushin Karate). Agar lebih menyakinkan, dia memajang foto-foto dirinya bareng Mas Oyama di Dojo. Setelah diusut ternyata foto-foto tersebut diambil ketika si ‘instruktur’ sedang berlibur ke Jepang!
Di jaman modern instruktur yang berkualitas biasa datang dari latar belakang sebagai berikut: 1.Mantan atlet pemenang medali emas baik di tingkat international maupun lokal (cocok buat yang orientasi belajarnya lebih ke olah raga). 2.Belajar langsung dari muridnya/penerus pendiri aliran bela diri yang bersangkutan. 3.Praktisi yang bukan dari dua latar belakang diatas tapi serius mendedikasikan dirinya selama bertahun-tahun untuk mendalami dan menyebarkan aliran bela diri yang dicintainya. Pilihan no. 1 dan 2 lebih sulit diakses untuk orang awam seperti kita. Kalau pun bisa biasa biayanya lebih tinggi dari rata-rata. Belajar dari instruktur no.3 juga tidak kalah kualitasnya selama mendapat akreditas dari organisasi resmi yang menaungi. Biasa mereka sudah berlatih selama puluhan tahun, memegang sabuk hitam setidaknya level 1th Dan atau lebih tinggi, dan Anda bisa merasakan antusiasme mereka ketika mengajar. Agar lebih menyakinkan lagi, lihat kualitas murid-murid senior dan asistennya. Instruktur yang bagus akan memasang standar tinggi untuk penguasaan teknik, tata krama selama latihan dan disiplin. Tidak seperti instruktur berorientasi uang yang senang bagi-bagi sabuk hitam selama murid membayar, instruktur yang bagus tidak akan mengijinkan muridnya ikut ujian kenaikan sabuk kalau selama latihan si murid belum menunjukkan kualitas tinggi (padahal murid membayar untuk setiap ujian).
|